TUGAS BAHASA INDONESIA 5
Hasil searching tentang resensi buku
TUGAS BAHASA INDONESIA
Resensi Buku "Ekonomi Islam Substantif"
Kritik terhadap kapitalisme yang sedang ‘sakit’ mengajukan konsep ekonomi Islam sebagai alternatif. “Ekonomi Islam Substantif” yang dipilih menjadi judul buku ini menghadirkan sebuah hipotesis: bahwa secara substansi, ekonomi Islam terbukti paling compatible dengan alam.
Dari tulisan-tulisannya, buku ini bersifat kritis dan progresif, dua karakter yang wajib dimiliki setiap akademisi. Kritis dalam menyikapi setiap fenomena nyata sambil memberikan input konstruktif. Progesif yang berarti sarat akan visi perubahan dan kemajuan atas fenomena yang dikritisi. Terlebih, status mahasiswa/akademisi yang bebas kepentingan (interest) yang kadang menghalangi seseorang berpendapat lebih adil. Membaca buku ini, kita akan melihat bahwa dua karakteristik tersebut menjadi ruh dalam tiap tulisan khas mahasiswa: mengalir bebas tanpa beban.
Menjadi istimewa, buku setebal 134 halaman ini ditulis oleh “mahasiswa-mahasiswa ekonomi Islam”, sebuah status yang masih “langka” di belantara kampus dengan berbagai subjek dan disiplin ilmu. Sehingga, buku ini menjadi ungkapan pemikiran orisinil mahasiswa dalam ranah keilmuan ekonomi Islam.
Secara garis besar, karakteristik artikel-artikel dalam buku ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, bersifat konseptual ekonomi Islam itu sendiri. Kedua, bersifat kritik terhadap kapitalisme yang sedang ‘sakit’ dan konsep ekonomi Islam sebagai alternatif solutif. Ketiga, bersifat otokritik terhadap pengembangan ekonomi Islam saat ini disertai masukan membangun.
Artikel berjudul “Konsep Uang dalam Islam” mencoba mengkaji problematika uang dari sisi fikih. Lebih lanjut, “Selamat Datang Dinar” mengeksplorasi keunggulan dinar sebagai mata uang anti-inflasi, anti-spekulasi, dan anti kezaliman dibandingkan uang kertas kerap memicu bubble economic yang berujung pada krisis. Kemudian, artikel berjudul “Ramadhan, Momentum Kebangkitan Ekonomi Islam” mengusung ide bahwa puasa sejatinya tidak saja berdimensi ibadah spiritual an-sich, tetapi juga mengajarkan akhlak horizontal (mu’amalah), khususnya dalam bidang bisnis.
Sedangkan kritik atas kapitalisme sangat terlihat pada artikel “Bom itu Bernama Riba” dan “Suku Bunga, Inflasi dan Krisis Keuangan Dunia” yang berhasil membuktikan secara empiris dampak destruktif bunga terutama peranannya dalam memicu inflasi. Sehingga perlu dikaji kembali keberadaan institusi bunga di dalam perekonomian, apakah bermanfaat bagi kestabilan moneter Indonesia ataukah malah sebaliknya. “Distorsi Distribusi Harta” juga memberikan kritik telak kepada kapitalisme yang gagal mewujudkan kesejahteraan yang lebih adil dan merata. Sedangkan “Antara Kapitalisme dan Sosialisme” dan “Ekonomi Esok Hari” menawarkan sebuah konsep ekonomi yang penuh nilai-nilai universal dan kemanusiaan: adil, penuh toleransi dan inklusif. Untuk menggantikan kapitalisme yang telah gagal.
Mengambil porsi terbanyak adalah artikel-artikel bersifat otokritik terhadap model pengembangan ekonomi Islam saat ini. Dimulai dari “Definisi Ulang Ekonomi Islam” yang membahas fenomena lambatnya pengembangan ekonomi Islam disisi akademis dibandingkan institusinya. Hal senada diungkap dalam “Reposisi Pemahaman Ekonomi Islam” yang membahas lebih dalam berbagai lubang dalam pengembangan ekonomi Islam beserta solusi rasionalnya. Sedangkan “Riset Ekonomi Islam, Peluang dan Tantangan” mengkaji lebih khusus pengembangan sisi akademis-teoretis ekonomi Islam beserta rintangan-rintangan yang dihadapi.
Model pengembangan perbankan Islam di Indonesia yang cenderung pragmatis dibanding memilih untuk berdiri pada “asholah” (karakter asli) yang dimilikinya dikupas tuntas dalam artikel “Mencandera Perbankan Syariah Indonesia”. Keberpihakan bank syariah terhadap sektor pertanian juga menjadi sebuah pertanyaan dalam artikel “Bank Islam Pro Petani?”. Disusul tulisan berjudul “Redesign Ekonomi Islam” yang menawarkan solusi blue print yang bersifat global beserta syarat-syarat yang harus dimiliki. “Paradigma Ekonomi dan Peran Dakwah” menekankan perlunya model dakwah ekonomi Islam yang menitikberatkan aspek asas-tauhid, mengikuti aspek praktikal-akad. Sedangkan, “Bank Syariah Pasca UU 21” memandang bahwa UU saja tidak cukup membuat fundamental bank syariah kuat dan berkembang. Dan penyediaan SDM-SDM yang holistik-integralistik sebagai solusi yang tepat. Perlunya bank syariah untuk berkaca pada Grameen Bank, terutama dalam pemberdayaan rakyat kecil juga dibahas dengan lugas pada “Bank nDeso”, meski terdapat beberapa catatan negatif terhadap bank gagasan Muhammad Yunus tersebut. Agak sedikit berbeda “Arus Kiri-Kanan Ekonomi Syariah” berusaha memetakan arus-arus pemikiran yang menyikapi perkembangan perbankan Islam.
Diikuti oleh sedikit “ramalan” dalam artikel “Masa Depan Ekonomi Islam”, terutama pasca krisis keuangan global belakangan ini. Sebagai pamungkas, “Ekonomi Islam Substantif” yang dipilih menjadi judul buku ini menghadirkan sebuah hipotesis: bahwa secara substansi, ekonomi Islam terbukti paling compatible dengan alam. Premis yang semakin presisif ketika melihat kebisuan ekonomi Kapitalisme menjawab tantangan krisis global saat ini. Sehingga ekonomi apapun namanya, saat ia eksis dan berdampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat dunia dan sustainabilitas alam semesta, hampir dipastikan sesungguhnya dia sedang beririsan dengan ekonomi Islam.
Semoga kehadiran buku ini akan memberikan suatu semangat dan wacana baru tentang sistem ekonomi yang gagal memberikan kesejahteraan kepada sebagian besar masyarakat dunia; melihat alternatif yang dimiliki Islam serta “pekerjaan rumah” yang masih tersisa dalam proses perbaikan.
Email: tasik_pisan@yahoo.com
Dari: http://www.sabili.co.id/produk/resensi-buku-ekonomi-islam-substantif
Resensi Buku: Sejarah Ekonomi Rakyat Indonesia |
Resensi Buku:
1. Dick, Howard, dkk. The Emergence of A National Economy. (Allen & Unwin dan Univ. of Hawaii Press, 2002)
2. Booth, A. The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Centuries. A History of Missed Opportunities (London: Macmillan). 1998.
DUA buah buku sejarah ekonomi Indonesia masing-masing oleh Howard Dick dkk "The Emergence of A National Economy (Allen & Unwin dan Univ. of Hawaii Press, 2002), dan Anne Booth 'The Indonesian Economy in the 19th and 20th Century (MacMillan dan St. Martin Press, 1998) tepat diresensi bersama dengan judul Sejarah Ekonomi Rakyat Indonesia. Kedua buku dituilis dalam rangka lebih memahami ekonomi Indonesia Modern dengan mendorong pakar-pakar ekonomi muda agar tertarik membandingkan kondisi ekonomi Indonesia masa sekarang dengan kondisi masa lalu, sejak sebelum Indonesia Merdeka, ketimbang dengan selalu membandingkannya dengan ekonomi negara-negara lain yang sama-sama belum berkembang.
Buku The Emergence of A National Economy yang ditulis oleh 2 pakar ekonomi dan 2 pakar sejarah dibagai dalam 7 bab:
1. State, nation-state and national economy,
2. The pre-modern economies of the archipelago,
3. Java in the 19th century: consolidation of a territorial state,
4. The outer islands in the 19th century: Contest for the periphery,
5. The late colonial state and economic expansion, 1900-1930s
6. Formation of the nation state, 1900-1930s
7. The Soeharto era and after; stability development and crisis 1966-200.
Kesimpulan dari buku sejarah ekonomi 200 thn ini (1900-2000_ tidak meragukan lagi bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan mengalami ujian atau percobaan tak kenal henti berupa krisis ekonomi, sosial, politik dan fisik dari waktu ke waktu. Namun tetap saja ada trend sangat jelas bahwa dari 'benua kepulauan' yang amat luas ini telah lahir satu negara-bangsa modern bernama Indonesia. Melalui berbagai sistem ekonomi dan politik yg berbeda-beda terutama sejak 1966, kemajuan ekonomi telah terjadi dan dirasakan, meskipun belum secara adil dan merata. Yang mencolok, transisi menuju demokrasi (atau kerakyatan) jauh lebih sulit dan menyakitkan ketimbang pembangunan ekonomi...
'the transition to democracy has therefore been even more protracted and painful than economic development. This has in turn retanded the emergence of institutions that would be appropriate to a modern-state and able to sustain a large dispersed and technically sophisticated economy.'
Setelah 3,5 tahun mengalami masa transisi reformasi yang mengguncangkan sendi-sendi masyarakat negara-bangsa (1997-2001), penulisnya mempunyai harapan sangat besar pada Megawati yang menjadi Presiden pada Juli 2001....
'all in all after four years of political turmoil, vloody ethnic and religious conflict and economic deprivation, the Indonesia people could at last entertain soem hop that the worst of the crisis was over and that the lesculian task of building a strong, democratic, tolerant, socially just and economically prosperous nation could finally begin' (epilogue, p.245).
Buku ke 2 oleh Anne Booth yang sudah cukup lama dikenal sbg "spesialis" ekonomi Indonesia di Australian National University (dan kini di School of Oriental and African Studies, University of London) sudah terbit 1998 tetapi belum banyak dibaca ilmuwan Indonesia. Sub judul buku ini adalah" A History of Missed Opportunities", artinya seperti pernah dikatakan Clifford Geertz tahun 1963 (Agricultural Involution), Indonesia (khususnya Jawa) pernah memperoleh peluang untuk "take off" menuju pertumbuhan ekonomi pd tahun1870an setelah dihapuskannya sistem tanam paksa dan dimulainya sistem ekonomi kapitalis liberal melalui UU Agraria. Tetapi peluang ini terabaikan, tidak seperti Jepang pada periode yg sama bersamaan dg Restorasi Meji.
Dari 7 bab buku Anne Booth, yg paling relevan dg sejarah perkembangan ekonomi rakyat di Indonesia adalah bab 7: Market and Entrepeneurs. Pertama-tama sistem tanam paksa (1830-1870) yg merupakan sistem ekonomi "komando" telah tidak memberi peluang berkembangnya ekonomi rakyat (undigineous economy) bahkan ekonom atau perusahaan-perusahaan perkebunan yg dibuka mulai 1870an telah menyaingi dan 'mematikan' perkembangan rakyat. Dalam perdagangan peluang berusaha pada perusahaan-perusahaan dagang yg dimiliki "Timur Asing" terutama Cina telah mendesak usaha-usaha dagang penduduk pribumi. Pemerintah kolonial yg menyaksikan persaingan tidak seimbang antara ekonomi rakyat dan usaha-usaha Cina dan perusahaan-perusahaan besar konglemerat turun tangan di bidang keuangan dan kredit melalui pendirian Bank-bank Rakyat (Voeks Bankeur), bank Desa dan Lumbung Desa yg berperanan sangat besar.Bank-bank perkreditan kecil ini, bersama dengan Pegadaian, meskipun mengenakan bunga relatif tinggi telah menjadi alat pemerintah 'melindungi' ekonomi rakyat. Sistem kredit pada zaman penjajahan ini mempunyai daya tahan tinggi, bahkan pada masa depresi sekalipun tidak memerlukan subsidi pemerintah. Demikian jika dalam krisis moneter tahun 1997-1999 Bank-bank modern bertumbangan, kredit-kredit rakyat (kredit mikro) sepeerti BRI dan BPR, dan Pegadaian bertahan dan berkembang membiayai usaha-usaha ekonomi rakyat.Artinya, daya tahan ekonomi rakyat yg tinggi terhadap krismon di zaman modern akhir abad 20 sudah dibuktikan pula pada depresi tahun 1930an.
Madison, 29 April 2002
Dari : http://www.ekonomirakyat.org/resensi_buk/resensi_4.htm
Resensi Buku Pembangunan Ekonomi Daerah
OTONOMI daerah membawa harapan yang besar ketika digulirkan, sebab inti dari otonomi daerah adalah pendelegasian tugas-tugas melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat kepada pemerintah daerah. Melindungi berarti berupaya secara optimal untuk mencegah dan menyelamatkan rakyat dari bencana, yakni segala sesuatu yang menimbulkan kesusahan, kerugian, dan penderitaan. Pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mengupayakan agar rakyat merasa aman, tenteram, dan makmur. Namun, setelah satu dasawarsa bergulir, otonomi daerah tampaknya belum memenuhi harapan itu.
Pembangunan ekonomi daerah sendiri menghadapi tantangan yang semakin berat. Hal ini ditandai dengan laju globalisasi, semakin eratnya hubungan antarwilayah, pesatnya kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi, makin berkembangnya demokrasi dan partisipasi masyarakat, serta makin tingginya tuntutan masyarakat yang saat ini semakin cerdas dan kritis. Menghadapi tantangan ini, pembangunan ekonomi daerah tidak bisa lagi diselenggarakan dengan menggunakan cara-cara dan pola pikir lama.
Dengan tingkat kemandirian yang lebih besar, pemerintah daerah seharusnya memiliki keleluasaan untuk melakukan sejumlah terobosan dalam kepemerintahan guna meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, diperlukan kehadiran paradigma baru manajemen pemerintah daerah. Salah satu terobosan itu adalah melakukan reinvensi terhadap pemerintahan, yang dicirikan oleh struktur dan budaya birokrasi.
Selama ini, organisasi pemerintahan dipersepsikan memiliki budaya birokrasi yang kuat, yang dicirikan oleh struktur, hierarki, serta berbagai macam aturan yang kaku; tidak berani mengambil risiko, tidak efektifnya kerja sama di antara para anggotanya, serta kurangnya kompetensi dan motivasi. Hal ini mengakibatkan masih banyaknya lembaga pemerintahan yang masih lamban dalam merespons berbagai peluang dan tantangan akibat perubahan yang sangat cepat.
Dalam rangka reinventing the government, perlu dipompakan semangat kewirusahaan bagi para aparat pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan. Aparat pemerintah harus memiliki keterampilan dan semangat kewirausahaan layaknya para wirausahawan dalam dunia bisnis sehingga mampu melihat dan memanfaatkan peluang demi peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat.
Buku ini merangkum berbagai informasi mengenai reinvensi pembangunan ekonomi berdasarkan beberapa pendekatan dalam mengambil suatu kebijakan dengan semangat entrepreneurship – Enterprising the Government. Enterprise adalah lembaga yang keberhasilannya ditentukan oleh kemampuannya dalam merespons lingkungannya. Enterprising the Government adalah mengelola sumber daya seperti layaknya sebuah enterprise, agar dapat mengembangkan nilai sumber daya secara optimal untuk kesejahteraan rakyatnya.
Buku ini juga dapat menjadi acuan bagi para pemimpin daerah dalam memanfaatkan data statistik dan informasi geospasial untuk membuat perencanaan dan kebijakan, bukan berdasarkan intuisi belaka. Data statistik tersebut diolah menjadi informasi yang bermanfaat dan dikemas dalam visualisasi dan pemetaan yang memudahkan para pemimpin daerah atau pemangku kebijakan menganalisis dan mengambil kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Buku ini juga mendukung pemanfaatan data spasial, yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2007 Tentang Jaringan Data Spasial Nasional.
Buku yang ditulis oleh A.B. Susanto dkk, ini jumlah halaman 292 full color, dengan target pembaca akademisi, birokrat,profesional, dan mahasiswa.
Dari:http://www.tnol.co.id/id/book-arts/9555-resensi-buku-pembangunan-ekonomi-daerah.html
Komentar